Menu Tutup

Teori Hukum: Aliran Hukum

Aliran Hukum

Aliran Hukum

Aliran Hukum Alam

Aliran hukum alam merupakan aliran yang tertua dalam sejarah pemikiran manusia tentang hukum. Menurut aliran ini, selain hukum yang berlaku di masyarakat yang merupakan buatan manusia, atau sering disebut hukum positif, masih ada hukum lain yakni hukum yang berasal dari Tuhan yang disebut hukum alam.

Pengertian hukum alam tersebut dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibuat oleh manusia.

Beberapa arti tentang hukum alam:

  1. Hukum alam merupakan ideal-ideal yang menuntun perkembangan hukum dan pelaksanaannya.
  2. Suatu dasar hukum yang bersifat “moral” yang menjaga jangan sampai terjadi suatu pemisahan secara total antara yang ada sekarang dengan yang seharusnya.
  3. Suatu metode untuk menemukan hukum yang sempurna.
  4. Isi hukum yang sempurna yang dapat dideduksikan melalui akal.
  5. Suatu kondisi yang harus ada bagi kehadiran hukum.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum alam dapat dibedakan menjadi dua:

  1. Hukum alam sebagai metode. Artinya bahwa hukum alam dipakai sebagai sarana untuk menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk menghadapi keadaan yang berlain-lainan.
  2. Hukum alam sebagai substansi. Artinya adalah hukum alam justru merupakan isi dari suatu norma.

Perkembangan hukum alam dimulai sebelum abad pertengahan. Aliran hukum alam sebelum abad pertengahan ini dapat ditelusuri dari masa Kerajaan Yunani dan Romawi. Pada masa Kerajaan Yunani pemikiran tentang hukum yang bercorak teoritis berkembang subur. Hal ini disebabkan oleh:

  1. Kecenderungan orang untuk berpikir spekulatif serta persepsi intelektualnya untuk menyadari adanya tragedi kehidupan manusia serta konflik-konflik dalam kehidupan di dunia.
  2. Munculnya fenomena negara kota (polis) yang diikuti kekacauan sosial, konflik-konflik di dalamnya serta pergantian pemerintah yang begitu sering dilakukan.

Kondisi-kondisi di atas melahirkan pemikiran-pemikiran yang kritis terhadap hukum dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan dan keadilan.

Menurut Plato, keadilan akan tercipta apabila seseorang mengurusi pekerjaannya sendiri dan tidak mencampuri urusan orang lain.

Sedangkan Aristoteles mengemukakan bahwa negara berdasarkan hukum bukanlah alternatif terbaik, tetapi alternatif yang paling praktis untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Hukum adalah penjelmaan dari akal, bukan nafsu-nafsu. Hanya akal dan Tuhan saja yang boleh memerintah.

Sumbangan Aristoteles yang lain adalah konsepsinya tentang keadilan, yakni keadilan distributif dan keadilan kumulatif.

Keadilan distributif menyangkut pembagian barang dan kehormatan kepada masing-masing orang sesuai dengan tempatnya di masyarakat.

Keadilan kumulatif adalah standar umum guna memperbaiki atau memulihkan konsekuensi-konsekuensi dari suatu tindakan yang telah dilakukan dalam hubungannya dengan orang lain.

Aliran hukum alam dapat dibedakan menjadi dua macam:

  1. Aliran hukum alam yang Irasional, yakni hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung;
  2. Aliran hukum alam yang Rasional, berpandangan bahwa sumber hukum alam yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia.

Tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam yang Irasional

Thomas Aquines (1225-1227)

Menurut Aquinas ada dua macam pengetahuan yang berjalan bersama-sama, yaitu:

  1. Pengetahuan alamiah yang berpangkal pada akal manusia, dan
  2. Pengetahuan iman yang berpangkal pada wahyu Ilahi.

Thomas Aquinas membedakan empat macam hukum:

  1. Iex Aeterna (Hukum yang abadi), yakni hukum rasio Tuhan atau akal keilahian yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
  2. Iex Livina (Hukum Ketuhanan), yakni petunjuk-petunjuk khusus dari Tuhan tentang bagaimana manusia itu harus menjalani hidupnya (tercantum dalam kitab suci).
  3. Iex Naturalis (Hukum alam), yaitu petunjuk-petunjuk umum yang paling mendasar, misalnya yang baik harus dilakukan, sedangkan yang jelek harus ditinggalkan (Iex Naturalis atau hukum alam, yaitu penjelmaan Iex Aeterna ke dalam Rasio manusia).
  4. Iex Positivis, penerapan Iex naturalis dalam kehidupan manusia di dunia (disebut juga Iex human).
John Salisbury (1115-1180)

Menurut John Salisbury, dalam menjalankan pemerintahan penguasa wajib memperhatikan hukum tertulis dan tidak tertulis (hukum alam), yang mencerminkan hukum Tuhan.

Tugas rohaniah adalah membimbing penguasa agar tidak merugikan kepentingan rakyat bahkan seharusnya penguasa itu harus manjadi abdi gereja.

Dante Alighieri (1265-1321)

Dante Alighieri menyarankan bahwa segala kekuasaan harus diserahkan kepada satu tangan yaitu pemerintahan yang absolut. Ia memberikan legitimasi terhadap kekuasaan monarkhi yang bersifat mondial.

Adapun tokoh-tokoh lain dalam aliran hukum alam yang Irrasional adalah Piere Dubois (1255), Marsilius Padua (1270), William Occam(1290).

Tokoh-tokoh Aliran Hukum Alam yang Rasional

Hugo de Groot atau Grotius(1583)

Grotius terkenal dengan sebutan bapak Hukum Internasional karena dialah yang mempopulerkan konsep-konsep hukum dalam hubungan antar negara, seperti hukum perang.

Menurut Grotius sumber hukum adalah rasio manusia karena karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan akalnya. Hukum alam menurutnya adalah hukum yang sesuai dengan kodrat manusia. Hukum tidak mungkin dapat dirubah.

Samuel Von Pufendorf (1632-1694)

Samuel berpendapat hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran yang murni.

Tokoh lain dari aliran hukum alam yang rasional pada pertengahan adalah Emanuel Kant (1724-1804).

Aliran hukum alam mengalami kemunduran sejalan dengan munculnya aliran positivis pada abad XIX. Namun demikian keadaan ini nampaknya tidak berlangsung terus.

Hukum alam bangkit kembali karena ternyata aliran positivis telah gagal pula untuk menjawab tantangan yang terjadi pada abad XIX utamanya tentang penyalahgunaan kekuasaan yang marak terjadi disepanjang abad itu.

Pada masa ini sering disebut sebagai masa kebangkitan kembali hukum alam. Tokoh pada masa ini adalah Rudolf Stammler. Pada abad XX hukum alam ternyata masih banyak pemikirnya, misalnya Leon L. Fuller. Leon Fuller mengaitkan antara hukum dan moralitas, hukum wajib tunduk pada Internal Morality.

Aliran Hukum Positivisme

Aliran Hukum Positivisme memisahkan antara hukum dengan moral, yaitu memisahkan antara hukum yang berlaku (das sein) dengan hukum yang seharusnya (das sollen).

Menurut aliran positif, tidak ada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is command of the souverign). Bahkan bagian dari aliran hukum positif (yaitu legisme) berpendapat lebih tegas, yakni hukum ialah undang-undang.

Aliran hukum positif dapat dibedakan:

Aliran Hukum Positif Analitis (Analytical jurisprudence) yang dipelopori oleh John Austin (1790)

Menurut aliran ini hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum terletak pada unsur “perintah” tersebut. Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, serta tertutup.

Dalam bukunya, Austin mengatakan “A Law is a command which obliges a person or person……laws and other commands are said to proceed from superiors, and to bind or oblige inferiors”.

Austin membedakan hukum dalam dua jenis:

  1. Hukum dari Tuhan untuk manusia, dan
  2. Hukum yang dibuat oleh manusia.

Kemudian Austin membedakan lagi:

  1. Hukum yang sebenarnya. Hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang dibuat oleh manusia individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya (hukum positif).
  2. Hukum yang tidak tidak sebenarnya. Adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum.

Hukum menurut aliran ini harus memiliki empat unsur, yakni Perintah (command); Sanksi (sanction); Kewajiban (duty); dan Kedaulatan (sovereignty).

Aliran Hukum Murni (Reine Rechtslere-The Pure of Law) yang dipelopori oleh Hans Kelsen

Menurut aliran hukum murni: hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir non hukum, seperti sosiologis, politis, historis bahkan etis. Itu sebabnya aliran ini disebut aliran murni tentang hukum.

Hukum adalah kategori keharusan (sollenskatagorie) bukan seinkatagorie (kategori faktual). Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia. Dalam konteks ini yang dipersoalkan oleh hukum bukan bagaimana hukum itu seharusnya (what the law ought to be), tetapi apa hukumnya (what the law is).

Aliran Utilitarian (Utilitarianisme)

Aliran ini meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan dari hukum. Yang dimaksud kemanfaatan disini adalah kebahagiaan (happiness).

Hukum dinilai baik atau tidak baik sangat bergantung apakah hukum membahagiakan atau tidak bagi umat manusia. Tokohnya dalam aliran ini adalah Jeremy Bentham, John Stuart, Mill, dan Rudolf Von Jhering.

Jeremy Bentham (1748-1832)

Bentham berpendapat bahwa alam memberikan kebahagiaan dan kerusakan. Tugas hukum adalah memelihara kebahagiaan dan mencegah kejahatan.

Menurut Bentham, pemidanaan haruslah bersifat spesifik untuk tiap jenis kejahatan, dan seberapa besar pidana itu boleh diberikan, hal ini tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah timbulnya kejahatan.

John Stuart Mill (1806-1873)

Pemikiran John Stuart dipengaruhi oleh pertimbangan psikologi. Ia menyatakan bahwa tujuan manusia mencari kebahagiaan. Menurutnya, yang ingin dicapai manusia bukan benda atau sesuatu hal tertentu, tetapi kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya.

Dalam pemikirannya, John Stuart menjelaskan hubungan antara keadilan, kegunaan, kapentingan individu dan kepentingan umum.

Rudolf Von Jhering (1818-1892)

Rudolf Von Jhering mengajarkan tentang utilitarian sosial. Awalnya ia penganut paham sejarah yang dikembangkan oleh Savigny. Tetapi pada akhirnya ia justru menentang pendapat dari Savigny.

Menurut Savigny hukum Romawi adalah pernyataan dari jiwa bangsa Romawi, dan oleh karena itu ia adalah hukum nasional (Romawi). Hal inilah yang dibantah oleh Jhering,

Jhering mengatakan seperti dalam hidup sebagai perkembangan biologis, senantiasa terdapat asimilasi dari unsur-unsur yang memengaruhinya

Demikian halnya dalam bidang kebudayaan. Hukum Romawi pada hakekatnya juga mengalami hal ini. Lapisan tertua hukum Romawi adalah bersifat nasionalis tetapi pada tingkat-tingkat perkembangan berikutnya hukum itu semakin mendapat ciri universal.

Lebih lanjut Jhering mengungkapkan bahwa hukum Romawi dapat menjadi dasar hukum Jerman bukan karena hukum Romawi bersifat nasional, tetapi karena hukum Romawi dalam perkembangannya sudah berhadapan dengan aturan hidup lain, sehingga hukum tersebut lebih bersifat universal.

Aliran Sejarah

Lahirnya aliran sejarah setidaknya dilatarbelakangi oleh tiga hal:

  1. Rasionalisme abad XVIII yang didasarkan pada hukum alam yang dipandang tidak memperhatikan fakta sejarah.
  2. Semangat revolusi Prancis yang menentang tradisi dan lebih mengutamakan rasio.
  3. Adanya larangan penafsiran oleh hakim karena undang-undang dipandang telah dapat memecahkan semua masalah hukum.

Baca juga:

Bagikan yuk!
Posted in Course